Seorang Profesor Turun Gunung Urusi Ikatan Alumni SMA-nya

Kenapa seorang profesor mau urusi ikatan alumni SMA-nya?

Buat kaum yang berpikir, tentu hal tersebut akan menjadi pertanyaan besar. Seorang profesor, guru besar di kampus ternama Indonesia, kok mau repot-repot mengurusi ikatan alumni SMA-nya. Bahkan bersedia menjadi ketua umumnya. Turun level, begitu kira-kira respon pertama kita.

Seorang profesor, guru besar, level para dewa di bidang pendidikan. Ucapannya tidak pernah salah dalam bidangnya. Kalau pun keliru, dianggap sebagai sekadar suatu perbedaan. Seorang profesor boleh berkata apa saja, sesuai bidang keilmuannya.

Seorang profesorlah yang layak memimpin perguruan tinggi. Profesor pula yang banyak menjadi menteri. Bahkan Indonesia dua kali dipimpin oleh profesor. Level profesor memang tingggi. Lalu kenapa harus turun gunung menjadi ketua ikatan alumni SMA-nya? Bukankah menjadi ketua ikatan alumni perguruan tinggi justru lebih pas?

Tentu, ada cita-cita dan impian besar – bahkan sangat besar – di baliknya. SMA ini bukan sekolah biasa. SMA ini menjadi pionir SMA unggulan di negeri ini. SMA ini merangkul seluruh potensi terbaik bangsa. SMA ini lahir dari visi besar seorang negarawan. Alumni SMA ini mulai terbang seperti kupu-kupu, berkarya dan berkiprah di berbagai bidang. Persis seperti yang diimpikan para pendirinya.

Pertanyaan ini setali tiga uang dengan yang terjadi pada tahun 1990, 30 tahun lalu. Seorang profesor juga turun gunung menjadi kepala sekolah setingkat SMA. Bayangkan, dia lebih layak jadi rektor. Tapi dia ikhlas menjadi kepala SMA, demi suatu cita-cita besar. Visi menyiapkan generasi emas Indonesia, pada 2020-2035. Pilihannya tepat. Kerjanya menjawab keraguan bahkan cibiran banyak orang saat itu.

SMA itu, Taruna Nusantara. Sekolah unggulan yang dibentuk oleh kementerian pertahanan di bawah komando Jenderal L.B. Moerdani. “Sekolah ini dipersembahkan untuk masa depan bangsa dan negara…” Demikian bunyi tulisan pada prasasti yang masih dapat dibaca di kampus tersebut. Sang jenderal memilih Prof. Dr. Tarwotjo MSc., ahli pendidikan dan antropologi, sebagai kepala sekolah. Ketika menyusun konsep sekolah itu, sang jenderal juga melibatkan empat profesor lain dari perguruan tinggi terbaik negeri ini.

Kenapa seorang profesor mau turun gunung urusi ikatan alumni SMA-nya? Jawabannya sama dan sebangun dengan jawaban kenapa Profesor Tarwotjo (alm. Semoga Allah mengampuni segala dosanya) mau menjadi kepala SMA.

Ikatan alumni SMA Taruna Nusantara (IKASTARA) bukan ikatan alumni SMA biasa. Sungguh berbeda. Di punggungnya tersimpan visi dan impian besar yang tercantum dalam prasasti di kampusnya. Kontribusi nyata para alumnusnya terhadap bangsa, semakin nyata. Setelah 30 tahun menyiapkan fondasi kuat sebagai ikatan alumni, saatnya kini IKASTARA naik kelas. Berkontribusi lebih nyata dan besar untuk masyarakat, bangsa, negara, dan juga dunia.

Saatnya, IKASTARA dipimpin oleh sosok yang punya reputasi nasional dan internasional. Sosok yang sudah nyata berkontribusi bagi masyarakat, bangsa, negara, dan dunia. Sosok ini Prof. Ir. Teuku Faisal Fathani, Ph.D., guru besar di Universitas Gadjah Mada sangat pas dan tepat untuk memimpin ikatan alumni SMA yang tak biasa ini untuk naik level. IKASTARA akan menjadi ikatan alumni yang setara dan selevel dengan ikatan alumni perguruan tinggi. IKASTARA akan menjadi satu-satunya ikatan alumni setingkat SMA, yang punya kontribusi unggul buat masyarakat, bangsa, negara, dan dunia.

Bismillah…

Penyusun :

Dodi Mawardi dkk (Tim Informasi TNSatu Institute)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *