Surat Cinta untuk Guru SMA Taruna Nusantara
Sabtu pagi 15 Desember 2018, wajah-wajah ceria keluar dari kampus SMA Taruna Nusantara Magelang. Mereka para pamong (guru) hendak berjumpa dengan siswa yang dulu pernah hidup bersama 25 tahun lalu.
Rasa rindu membuncah, karena sebagian besar siswa itu, tak pernah lagi mereka jumpai secara langsung. Rombongan berangkat menggunakan bus ke bandara Adi Sucipto Yogya dengan pengawalan polisi.
Sirine meraung-raung sepanjang perjalanan. Para guru ini akan menghadiri reuni 25 tahun angkatan pertama sekolah itu. Sebuah reuni Perak yang berlangsung di kawasan Ancol Jakarta. Selama perjalanan pun mereka terlihat senang dan ceria.
Di bandara, para guru yang biasa dipanggil pamong itu dilayani maksimal sampai naik ke dalam pesawat. Setibanya di Soekarno Hatta pada sore hari, ketua panitia reuni, dan sejumlah alumni menyambut para pamong tersebut.
Bukan sambutan biasa karena panitia disertai oleh prajurit wanita lengkap dari TNI AD, AL, AU dan polwan plus tentara pengawal. Para prajurit itu sudah diberi sebuah pesan spesial. “Jangan sampai para pamong kami mengalami lecet sedikit pun. Harus aman,” begitu tekad panitia reuni.
Mereka semua menyampaikan ucapan selamat datang untuk para pamong, dengan perhormatan optimal. Sebuah bis khusus sudah siap mengantarkan mereka menuju hotel Mercure Ancol, lokasi acara reuni.
Sepanjang jalan, raungan kendaraan patwal terus berbunyi meminta jalan lempang kepada pengguna lainnya. “Ayo minggir… Guru kami mau lewaaaaaat.”
Sambutan hangat kembali diterima para pamong di loby hotel Mercure. Beberapa siswa menyambut mereka dengan suka cita penuh hormat. Air mata haru dan bahagia terpancar dari semua, para pamong dan siswa.
Sebagian besar tak pernah berjumpa selama 25 tahun. Peluk, sungkem, cium kening menandai moment mahal tersebut. Kenangan-kenangan masa lalu berhamburan di lobby hotel. Energi masa lalu kembali menggelora.
Begitu sampai di dalam kamar, kejutan belum berhenti. Satu guru satu kamar. Mereka semua berjumlah 26 orang, sehingga panitia menyiapkan 26 kamar.
Di dalam kamar, kami sudah sediakan bingkisan buah disertai sebuah surat cinta yang diikat pita. Surat cinta biasa, namun bisa membuat yang membaca bercucuran air mata. Terima kasih, Guruku.
Acara puncak reuni 25 tahun angkatan pertama SMA Taruna Nusantara dilaksanakan di gedung eConvention Ancol.
Sebuah gedung besar yang bisa menampung ribuan orang. Panitia menyiapkan serangkaian acara untuk memuliakan para guru yang mendidik, membina, mengajar, mengemong dan menyayangi mereka sebagai pengganti orangtua selama tiga tahun belajar di asrama. Pemuliaan guru menjadi tema utama acara reuni 25 Tahun Angkatan Pertama SMA Taruna Nusantara Magelang.
Ratusan karangan bunga ucapan selamat dari berbagai pihak memadati halaman eConvention. Dari adik kelas, dari rekanan, dari pejabat daerah sampai ucapan selamat dari menteri pertahanan, perhubungan dan panglima TNI serta kapolri.
Ketika para pamong tiba di gedung, mereka disambut bak raja. Persembahan Tanjidor menjadi pembuka. Musik dan tarian khas Betawi ini membuat para pamong terkesima. Plus ucapan selamat datang dari beberapa para pemenang kontes putri Indonesia. Mereka amat senang.
Di pintu masuk, 200 siswa TN Satu berbaris rapi di kanan dan kiri sepanjang jalan menuju panggung, bersiap sungkem dan menyalami para pamong. Semua berseragam batik. Mirip seperti sebuah acara penghormatan buat sang juara. Ya, para pamong kami adalah para juara. Juara melahirkan juara. Di belakang para pamong, berderet empat putri Indonesia sebagai pengiring.
Siswa paling depan mengalungkan rangkaian bunga kepada setiap pamong pria. Sedang pamong wanita mendapatkan segenggam rangkaian bunga. Sambutan, teriakan, dan tepuk tangan membahana sepanjang perjalanan para pamong dari pintu depan menuju kursi tempat duduk di deretan paling dekat panggung. Mereka berjalan pelan.
Mampir kanan kiri bersalaman dengan siswanya. Sebagian cium tangan, sebagian berpelukan. Semua bahagia, tersenyum, tertawa. Air mata haru membuncah. Wajah-wajah bangga memancar. Mereka tak menyangka, para siswa angkatan pertama akan memberikan penghargaan semacam ini. Kaget, senang, bahagia, bangga, haru.
Tak henti-hentinya, para siswa memberikan sapaan, senyuman, salam, pelukan hangat, cium tangan kepada semua pamong. Tak terkecuali. “Kami tetap menghormati, menyayangi dan mencintaimu hai para guruku… dulu, kini dan sampai nanti.”
Jasa para guru terhadap kami memang tiada tara. Tak dapat diukur dengan apapun. Tak bisa dibandingkan dengan sesuatu. Dan tak akan mampu dibalas dengan benda, harta, barang berharga, apalagi sekadar kata-kata.
“Andai seluruh isi dunia diberikan kepadamu hai bapak ibu pamong, tak akan sepadan dengan apa yang telah engkau berikan kepada kami,” demikian sambutan ketua panitia saat membuka acara. Dalem sekali. Semua yang hadir tercenung. Terharu.
Buat para siswa yang kini sudah mengabdi di banyak bidang kehidupan, tiga tahun belajar di Lembah Tidar di dusun Pirikan Magelang, adalah keajaiban.
Ya, sebuah keajaiban karena SMA TN mampu mengubah seseorang yang berasal dari antah berantah menjadi begitu bernilai; Bisa mengangkat harkat martabat seseorang dari jurang terbawah ke atas bukit, bahkan ke puncak gunung; Dapat memperbaiki nasib anak marjinal menjadi seorang terkenal; Membalik keluarga tak berpendidikan menjadi akademisi kelas wahid.
Kata apa lagi yang lebih tepat selain keajaiban. Dan semua itu tak bisa tidak berkat campur tangan langsung para pamong. Pengganti orangtua kami selama tiga tahun di sana.
Tentu sangat layak dan wajar jika setelah 25 tahun ini, giliran alumni yang memberikan sesuatu kepada mereka. Meski mereka tak pernah minta imbalan, tapi kami merasa wajib melakukannya. Memuliakan mereka. Memuliakan guru, para pamong yang ikhlas mendidik kami bukan hanya sebagai siswa melainkan lebih sebagai anak-anak kandungnya. “Wahai para pamong, kami merasakan itu semua.”
Di puncak acara, alumni memberikan tali asih berupa emas batangan untuk seluruh pamong yang hadir yaitu 26 orang. Di situ terukir rasa terima kasih kami untuk mereka, hai pahlawan! Kini kami amat membutuhkan doa, ridho dan ikhlasmu sebagai kekuatan dahsyat, modal kami menapaki jalan terjal dalam memberikan karya terbaik buat masyarakat, bangsa, negara dan dunia.
Terima kasih guru.
Terima kasih pamong.
Terima kasih atas pengabdianmu.
Tak ada apapun yang sepadan untuk membalas jasa-jasamu.