Ekonomi dan Kewirausahaan

Tinggalkan Microsoft Demi Membangun Kampung Halaman

Sebenarnya, mimpi Muhammad Choirul Amri sudah tercapai ketika bekerja di Microsoft pada 2013 lalu. Tapi ia malah memutuskan keluar dari perusahaan itu untuk membangun kampung halamannya, Desa Kuniran, Ngawi, Jawa Timur.

Ya, hal ini spontan saja mengundang tanya dari banyak orang? Apa yang dipikirkan dia? Apalagi Microsoft adalah perusahaan global ternama.
Mengapa dirinya lebih memilih berjuang membuat kampungnya itu menjadi desa wisata?

Choirul tak sedang bercanda. Saking seriusnya, ia berencana untuk mengintegrasikan Embung Kuniran, Cagar Budaya Lumbung Padi, sanggar karawitan setempat, dan peternakan kambing.

Area-area tersebut dapat menjadi tujuan wisatawan lokal dan mancanegara untuk merasakan kehidupan asli desa Indonesia atau hanya sekadar berswafoto.

Kata dia, persoalan di kampungnya itu sebenarnya sederhana. Ia pun mengaku menemukan hal itu saat dirinya membantu budidaya lele.

Menurutnya, warga desa memiliki kemampuan untuk mengembangkan desa. Tetapi mereka tidak memiliki pendamping dan pengawas yang dapat memberikan masukan atas apa yang harus dilakukan.

Hingga akhirnya pada Oktober 2017, ia bersama warga membentuk kelompok sadar wisata (pokdarwis). Kelompok itu berkomitmen untuk memperbaharui tampilan Desa Kuniran.

Nah, salah satunya dengan membuat menara untuk swafoto di Embung Kuniran, salah satu aset utama desa tersebut.

Choirul Amri kaget. Warga ternyata antusias dan mampu mengumpulkan dana sendiri. Mereka juga membangun menara itu dengan keterampilan sendiri.

Choirul pun akhirnya resmi mendirikan Rumah Inspirasi Nusantara pada Januari 2018. Rumah tersebut merupakan wadah kegiatan pemberdayaan masyarakat dan desa yang dilakukan di Ngawi.

Bekal Pengalaman di Microsoft

Intinya sederhana. Ia ingin membuat kegiatan yang dapat membuat mata wisatawan lokal melirik Desa Kuniran. Nah, bersama pemerintah desa, ia menyelenggarakan kontes fotografi dengan tema #KuniranNgangeni.

Apalagi kalau bukan demi memviralkan desa melalui media sosial. Malahan ia sampai mengajak beberapa model yang terkenal di daerah tersebut untuk hadir dalam acara itu.

Sejak kegiatan itulah jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Kuniran bertambah. Jika dulu hanya sekitar 50 orang datang pada Sabtu dan Minggu, sekarang jumlah pengunjung bisa mencapai 200 orang.

“Pasar itu ada. Masalahnya warga desa siap atau tidak,” ucapnya. Meningkatnya jumlah wisatawan seolah membuat warga terbangun dari tidur. Rasa percaya diri mereka pun tumbuh.

Sejak itu, inovasi terus dilakukan. Mereka selalu bersemangat untuk mempercantik desa dan mengadakan kegiatan yang membuat wisatawan datang.

Namun kisah dedikasi Choirul untuk kampung halamannya sebenarnya harus diceritakan saat dirinya membudidayakan lele.

Tepatnya Februari 2015, Choirul mengajak 30 orang di desanya untuk menggeluti dunia lele dengan lebih serius. Mereka sampai membentuk kelompok pembudidaya ikan (pokdakan).

Saat itu, katanya, warga desa masih belum mampu memanajemen keuangan dengan baik. Uang untuk budidaya tidak dipisahkan dengan uang untuk pengeluaran pribadi atau rumah tangga.

Alhasil pembudidaya kerap kekurangan dana untuk membeli pakan karena uang telah dipakai untuk keperluan lainnya.

Tak Pernah Patah Arang Bangun Kampung Halaman di Ngawi

Tak patah arang, Choirul memutuskan memberikan dana bergulir sebesar Rp10 juta untuk membeli pakan lele.

Koperasi pakan itu berjalan dengan sistem peminjaman pakan kepada para pembudidaya. Mereka akan membayar pakan yang telah dipakai setelah memanen ikan mereka.

Jadi sederhananya, uang kredit itu akan kembali digunakan untuk membeli pakan berikutnya. Meski sukses, Choirul belum puas.

Dua tahun berjalan, ia mulai mencari informasi soal peternakan kambing perah. Ia tertarik untuk menggeluti peternakan kambing karena memiliki banyak produk turunan, seperti susu cair, susu bubuk, kefir, yogurt, es krim, dan sabun.

Kata dia, susu kambing memiliki nilai jual yang lebih mahal daripada susu sapi.

Ia menjelaskan susu kambing dapat dijual Rp40.000-Rp50.000 per liter. Sekali memerah, satu ekor kambing dapat menghasilkan sekitar 1-1,5 liter susu. Susu itu bermanfaat untuk terapi berbagai penyakit, di antaranya diabetes, asma, dan darah tinggi.

Kendati demikian, upayanya itu sempat tidak dipercaya warga. Choirul sampai harus melakukan presentasi beberapa kali kepada warga desa.

Sistem yang ia terapkan adalah menggandeng mereka sebagai mitra. Calon peternak itu akan bertugas memelihara kambing dan memerah susu.

Awalnya, cuma ada dua orang yang tertarik ikut. Namun, ia tidak menyerah.

Dari dua orang itu, keuntungan yang mereka dapatkan tersebar. Jadi sistem yang ia terapkan adalah memberi mereka gaji tetap Rp400.000 per bulan.

Mereka akan memeroleh bonus Rp7.000 per liter susu yang diperah dan rata-rata Rp30.000 per kilogram untuk setiap berat badan anak kambing (cempe) yang berhasil ditambah.

Ternyata lama-kelamaan semakin banyak yang tertarik bekerja dengannya. Dari dua menjadi enam. Lalu sekarang bertambah lagi.

Informasi bahwa semua mendapat bayaran minimal Rp1,5 juta per bulannya dan memiliki sekitar 80 ekor kambing menyebar cepat.

Choirul Amri Selalu Membuat Produk Turunan

Choirul lalu membuat produk turunannya. Sebut saja seperti sabun batang susu kambing. Nah untuk yang ini, ia melibatkan setidaknya 30 orang.

Mereka bekerja sebagai pekerja lepas setiap beberapa bulan sekali, yang mayoritas adalah ibu rumah tangga. Malah dengan mereka peternakannya yang bernama Bumi Retawu Farm itu juga mengembangkan budidaya tanaman hidroponik.

Orang luar pun bertanya siapa sih Choirul Amri ini.

Sosok pria berusia 43 tahun ini sebenarnya tidak memiliki latar belakang di bidang ekonomi ataupun pariwisata. Ia adalah lulusan Teknik Industri STT Telkom Bandung.

Keterampilan budidaya lele dan ternak kambing sebagian besar diperoleh dari internet dan bertanya-tanya.

Memang, sebelum berkiprah di kampung, ia melanglang buana ke berbagai negara. Ketika bekerja di Microsoft Indonesia, ia beberapa kali menggarap proyek IT di Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, dan Amerika Serikat.

Selama bekerja di Microsoft, Choirul bahkan sempat menyabet penghargaan Circle of Excellence Platinum Microsoft sebagai 25 Konsultan Dunia Terbaik pada 2013.

Hasil kerja kerasnya yang tak punya hari libur dalam setahun membawanya ke puncak sukses itu. Malahan katanya dulu produktivitasnya mencapai 173 persen.

Sampai pada akhirnya ia meminta izin atasannya untuk ke Chicago, AS untuk mengikuti pelatihan langsung dari Paul Randal. Ya benar, dia adalah salah seorang tokoh Community Leader Database di Microsoft.

Randal sendiri ia akui sebagai idolanya. Menariknya, karena terinspirasi dari idolanya pula ia kemudian memutuskan berpisah dengan Microsoft.

Bagi Choirul Amri, ia tidak menyesal dengan keputusannya keluar dari Microsoft. Sebab, impiannya untuk membuat Kuniran menjadi desa wisata kini pelan-pelan diwujudkannya.

Sumber: https://fakta.news/sosok/choirul-amri-bangun-kampung-halaman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *